Bagian KETUJUH

"Yank, ketemuan yuk, na lagi dilantai dua, dosennya belum datang"

Sapaan yank itu telah melekat semenjak dua hari yang lalu lewat udara,, heeheheee,, padahal wajahnya masih samar-samar bagiku, sebab baru hanya melihat dari foto-foto unggahannya.

Tak butuh waktu panjang untuk membuat pertimbangan terhadap apa yang diminta rina, kutinggalkan ruang labor dan membiarkan pak fitra berkutat pada mata kuliah multimedia nya.

Karna kekasih baru yang belum kukenal itu menjadi lebih penting ketimbang mouse dan keyboard dilabor komputer. Hahahaayyy

Berjalan sambil menulis pesan singkat untuk menanyai posisi rina, terlihat keramaian mahasiswa berseragam putih merah yang mengisi tiap sudut tongkrongan kampus, aku pastikan bahwa semua orang yang kulihat adalah mahasiswi kebidanan setingkat rina, tapi aku tak dapat memastikan orang yang bernama rina di antara mereka.

Hahaaha,, laki-laki seperti apakah diriku ini, punya pacar tapi tak mengenali yang mana pacarnya.

Berjalan mengelilingi sudut kampus dilantai dua, memperhatikan satu persatu dari kejauhan sambil menunggu balasan pesan pertanyaan yang kukirimkan, aku malah berjumpa dengan ika yang lagi menggosip bersama dian.

Memandang senyum ika yang begitu khas bagiku, serta menerima ajakannya buat bergabung di bangku lobi, maka dengan sangat mudah aku berhenti dalam pencarian terhadap rina.

Lidahku yang gugup menjadi semakin gugup untuk bertanya tentang rina kepada ika, entah kenapa hal itu bisa kurasa, mungkin memang karna diriku memiliki sedikit rasa yang berbeda kepada ika, apalagi mendengar gurauan dian, teman dekat ika yang merupakan adik sepupuku ini memanggil ika sebagai kakak ipar nya.

Di satu sisi, diriku enggan beranjak dari bangku disamping ika, aku masih ingin berbicara banyak hal dengannya, tapi disisi lain, aku takut jika rina melihat ku duduk bersama ika disini, aku menakuti kesalah pahaman yang tentu muncul dari hati rina, dari hati sang pacar yang belum pernah kujumpai ini.

Dalam mewaspadai nya, rina tak kunjung membalas pesanku, panggilan telpon ku juga tak pernah dijawab, malah panggilanku tersebut ditolak, aku begitu yakin bahwa apa yang kutakuti itu terjadi, rina melihat kami duduk santai dibangku lobi.

Hingga ika berpamitan kepadaku untuk mengikuti langkah teman-temannya memasuki salah satu ruangan yang diiringi oleh seorang dosen, rina masih belum menanggapi pesan dan panggilan masukku.

Dalam sikap berserah atas apa yang ku alami, yang rela meninggalkan materi kuliah demi perjumpaan, malah kudapati kekecewaan.

"Abg lebih perlu ika daripada na, kalau abg sayang sama ika, abg bilang baik-baik, abg jujur aja". 

Hmmm,, untuk kedua kalinya, rencana perjumpaan di antara diriku dan rina menjadi gagal, alasan kegagalannya tak jauh berbeda dengan rencana yang disusun sebelumnya, mencemburui wanita yang hanya menjadi adik serta sahabatku,, Atika Permaciswari.


0 Response to "Bagian KETUJUH"

Posting Komentar