Bagian KEDUA

Aku punya semangat besar untuk belajar mengembangkan diri dalam organisasi, baik di internal kampus, maupun pada organisasi eksternal. Maka dengan bermodalkan semangat tersebut, menjadikanku super aktif terhadap keduanya.

Pada internal, aku sempat terpilih menjadi pimpinan tertinggi Mahasiswa STMIK, yakni sebagai Ketua BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), tapi pada akhirnya aku di kudeta oleh Pembina Yayasan sebelum pelantikan, lalu memerintahkan untuk melakukan pemilihan ulang, dan menempatkanku di posisi kementerian.

Kebijakan itu di ambilnya karna beralasan bahwa diriku lebih mementingkan program kerja organisasi eksternal yang aku bangun bersama kawan-kawan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, maka tentu sangat memungkinkan jika kepentingan BEM jadi terabaikan.

Lalu diperkuat oleh gapaian Indeks Prestasi (IP) ku yang cukup rendah, katanya persyaratan untuk maju menjadi Calon Ketua BEM dalam pesta demokrasi di kampus, setidaknya harus mengantongi IP minimal 3,00. Sedangkan IP ku pada semester terakhir hanya 2,45. Maka tentunya aku tak memiliki cukup syarat untuk menjadi Ketua BEM yang sah.

Dalam mengembangkan organisasi eksternal bernama MAHASISWA PEDULI NEGERI (MPN) Kabupaten Dharmasraya, aku yang dari awal disepakati untuk menjadi Ketua Umum, benar-benar memanfaatkan organisasi tersebut buat belajar mengorganisir kawan-kawan beserta program.

Aku selalu mencoba untuk membangun wadah perkumpulan bersama kawan-kawan mahasiswa, kapanpun dan dimanapun selagi ada peluang, dikampus, disekretariat, dirumah bahkan di warung-warung kopi, kadang berdiskusi membahas program kerja, tentang akademik, masalah isu-isu dipemerintahan atau apa dan kemanapun arah pembicaraan kawan-kawan.

Tak pernah sama sekali kami membuat batasan komunitas, sehingga dengan begitu kami mudah mendapatkan sahabat-sahabat baru, karna sesuai persepakatannya bahwa salah satu kunci dalam mengembangkan organisasi itu ialah jaringan komunitas, keterkaitan hubungan antara satu kelompok dengan kelompok mahasiswa lainnya itu sangatlah penting.

Di Yayasan Amanah Ampang Kuranji, terdapat tiga sekolah tinggi, yakni stikes, stmik dan stkip, lalu bagaimana agar dapat merangkul ketiganya itu menjadi kunci bagiku untuk membangun MPN, baik diantara program studi maupun per angkatan.

Selain YAAK, adalagi dua perguruan tinggi yang terdapat di kabupaten dharmasraya, STAI Sakinah serta cabang Fakultas Hukum Universitas Katini Surabaya, beberapa mahasiswa diantara keduanya telah berada dari awal dalam barisan MPN, hanya tinggal menjaga keaktifannya saja.

Terkait program, sebenarnya MPN telah berada dalam posisi tawar yang tinggi di kabupaten dharmasraya, pernah bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk ikut menyukseskan MTQ Tingkat Nasional, membentuk kemah wisata budaya, bergerak dalam aksi sosial hingga aksi-aksi demonstrasi lainnya.

Masalah keanggotaan MPN yang merupakan komunitas baru, hingga kini masih belum dibuatkan legalitasnya, kawan-kawan tidak menyepakati pembuatan payung hukum dinotaris, apalagi mendaftarkannya di kesbangpol, bahkan penyusunan AD/ART nya saja belum pernah dilakukan.

Kawan-kawan bersepakat agar lebih mementingkan gerakan ketimbang legalitas formal, tak sedikit organisasi yang legalitasnya lengkap, tapi tidak ada gerakan, vakum dan akhirnya bubar.

"Buat apa legalitas jika tak mampu bergerak, lebih baik bergerak meskipun tak diakui, siapa yang akan menggugat keberadaan MPN jika dia bergerak dalam kebaikan".

Begitu tanggapan Rio Saputra pada suatu pembahasan tentang arah pengembangan organisasi mpn di puncak gunung medan, bagi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Kartini Surabaya ini, lmamater yang kita miliki saja sudah cukup kuat untuk bergerak dalam organisasi kemahasiswaan.


0 Response to "Bagian KEDUA"

Posting Komentar